Jumat, 15 Juli 2011

skripsi akhir IAIN S-1

BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Sudah lama dirasakan, salah satu persoalan besar dalam pendidikan menyangkut konsepsi ilmu yaitu terpilahnya atau dikotomi bangunan keilmuan menjadi ilmu agama dan ilmu umum. Konsekuensi dari pemisahan ilmu ini adalah produk pendidikan membentuk dua kelompok ilmuan, kelompok ilmuan agamawan dan kelompok ilmuan umum.kelompok ilmuan umum menjadikan alam sebagai objek yang dipahami bahkan dikembangkan apa adanya sesuai dengan tingkat penguasaan terhadap gejala alam tersebut, sedangkan kelompok ilmuan keagamaan melakukan penelitian terhadap wahyu dengan berbagai ragam metodologi dan penafsiran.
Munculnya istilah dikotomi ilmu mulai terjadi pada abad pertengahan. Setelah pertarungan +250 tahun, atau dikenal dengan gerakan Renaissance (abad 15) dan aufklarung ( abad 18), para ilmuan mendapat kemenangannya. Sejak saat itulah filsafat Barat menjadi sangat antroposentris, terbebas dari ikatab agama dan sistem nilai. Disaat itulah terjadinya benih “sekulerisme”di dunia Barat. Para ilmuan tidak lagi percaya dengan agama yang dianggap “membelenggu” kemajuan ilmu pengetahuan. Kepercayaan terhadap agama luntur karena dianggap tidak mendukung pertumbuhan ilmu dan cara berpikir ilmiah.
Pada saat yang bersamaan kondisi umat Islam telah mengalami kemunduran dalam bidang ilmu pengetahuan. Kemunduran umat Islam sesungguhnya telah dimulai sejak runtuhnya aliran mu’tazilah yang kemudian berakibat pada cara berpikir umat islam yang tidak lagi mau menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang mempunyai nilai agama. Hal ini terus terpuruk oleh situasi politik negeri Islam yang tidak menentu, yang berakibat pula pada rapuhnya sistem pendidikan Islam. Faktor di atas merupakan salah satu sebab ketidakharmonisan atau dikotomis.
Usaha untuk keluar dari kemelut tersebut, saat ini studi agama dikembangkan dan telah menjadi tren serta cukup pesat perkembanganya baik dibelahan dunia Timur maupun di belahan dunia Barat. Persoaalannya kemudian adalah tentang fungsi wahyu sendiri; sudahkah ia teraktualisasi sehingga menjadi proporsional sebagai hudan dalam dinamika hidup.
Begitu juga dengan kelompok ilmuan sekuler, mereka memang pesat mengembangkan sains sehingga menghantarkan manusia dari pola hidup tradisional kepada modern dengan dukungan teknologi. Namun sudah proporsionalkah peranan sains dan teknologi mengangkat citra kemanusiaan dilihat dari aspek aksiologinya?
Jika kita melihat kondisi ilmuan, sangat memprihatinkan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini ditunjukkan dengan negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim hanya memiliki pakar iptek kurang dari 100 orang/sejuta penduduk (Indonesia 64 orang/ sejuta), sementara dikalangan non muslim memiliki rata-rata lebih dari 2000 pakar/ sejuta penduduk (Israel 800pakar/ sejuta).
Memperhatikan kondisi dan komposisi pakar iptek seperti itu, mudah dipahami kalau arah perkembangan iptek tidak bernuansa agama (Islam). Apalagi sejak awal masa Renaisans, dengan sengaja dikembangkan secara sekuler, sebagai akibat adanya benturan antara gereja dengan para pakar iptek.
Dalam konteks pendidikan, ini artinya proses pengembangan ilmu dan penerapannya dalam bentuk teknologi telah didominasi oleh dorongan hedonistik yang sama sekali kurang memperhatikan makna atau penghayatan terhadap esensi hidup. Sebagai konsekuensi kenyataan itu, tidak jarang kemudian kemajuan iptek di samping mendatangkan dan meningkatkan kesejahteraan materi, menimbulkan pula dampak negatif yang sangat meresahkan.
Dampak negatif itu bukan hanya bersifat fisik (polusi, kerusakan lingkungan, dan lain-lain), tetapi juga bersifat sosial (budaya dan moral atau akhlak). Apalagi dengan berkembangnya ilmu yang merekayasa genetika yang memungkinkan manusia malakukan kloning dan pembuatan “makhluk transgenik”.
Berkaitan dengan hal di atas, Prof. Muliyadi Kertanegara menawarkan upaya integrasi ilmu yaitu memadukan antara ilmu agama dan ilmu umum. Kata lain yang sering digunakan dalam konteks integrasi ilmu adalah “Islamisasi ilmu”. Konsep integrasi ilmu dalam Islam disandarkan pada prinsip tauhid, kesadaran keimanan dan kesadaran untuk mengagungkan-Nya. Kalimat tauhid secara konvensional diartikan sebagai “Tiada Tuhan Selain Allah”, yang merupakan tujuan dari pendidikan Islam. Dalam usaha pengislamisasian ilmu pengetahuan kita harus meletakkan fondasi epistemologinya pada prinsip-prinsip Tauhid dalam arti epistemologi seluruh ilmu pengetahuan harus dilandaskan pada nilai-nilai yang bersumber pada ke-Esaan Tuhan.
Wawasan dari konsep ini tidak sebatas hanya mengimani terhadap enam rukun iman yang telah baku itu secara substansif. Implikasi pemahamannya akan menghasilkan munculnya telaah ke-Esaan Allah SWT sebagai suatu prinsip yang mengarah pada semua segi kehidupan manusia dan alam semesta sekaligus sebagai pengikat dan pengatur semua realitas.
Upaya integrasi ilmu ini diharapkan dapat menciptakan suatu produk yang dapat memberikan kesejahteraan bagi hidup manusia, mewujudkan manusia ideal (Ulul Albab) yang selalu berpikir dan berzikir yang digambarkan sebagai insan-insan yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam dirinya. Ia mencintai Allah dan Rasul di atas segala-galanya, dan basah lidahnya dengan Dzikrullah, serta mendapatkan pencerahan atas kekaguman dan perenungannya mengenai alam semesta ciptaan-Nya. Ia secara sadar mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya (akal budi, perasaan, nurani, imajinasi, rohani) serta berusaha untuk meningkatkan kualitas diri, mengakrabkan hubungan antara pribadi melestarikan lingkungan, mencapai kedalaman rasa keberagaman, dan menyebarkan kebajikan kesekitarnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imran ayat 190-191:
       •                         • 
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (ulul albab), yaitu orang-orang yang mengingat allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.


Dengan demikian, manusia dapat mengaktualisasikan perannya sebagai khalifah, yaitu memakmurkan kesejahteraan di muka bumi. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al Baqarah: 30
                     •                               •         

Artinya : Dan (ingatlah)ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,” Aku hendak menjadikan khalifah “di bumi.”Mereka berkata,” Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman,” Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.


Berdasarkan alasan-alasan di atas, dapat dikatakan bahwa integrasi ilmu agama dan ilmu umum berperan aktif dalam membentuk seorang ilmuwan yang dapat menghasilkan teknologi dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan unsur Ilahiyah demi kesejahteraan hidup manusia yang selaras dengan tujuan pendidikan Islam. Hery Noer Aly mengutip pendapat Al-Ghazali Sebagaimana ungkapannya bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu “memberi kebahagiaan di dunia serta mendekatkannya kepada Allah, sehingga dia akan mendapatkan pula kebahagiaan di akhirat.”
Beranjak dari sinilah tulisan ini dikedepankan dengan anggapan bahwa integrasi ilmu agama dan ilmu umum merupakan suatu alat atau cara dalam pencapaian tujuan pendidikan Islam, yaitu sebagai insan kamil serta mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Kajian ini menggunakan pendekatan secara filosofis, yaitu melihat integrasi ilmu agama dan ilmu umum dalam perspektif ontologis, epistemologis, dan aksiologi dalam kaitanya dengan tujuan pendidikan Islam.
Oleh sebab itu, penelitian ini diberi judul “ INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM SEBAGAI UPAYA DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM (TINJAUAN FILOSOFIS)”

B. Alasan Memilih Judul
Adapun yang menjadi alasan bagi penulis untuk memilih judul ini adalah :
1. Masalah ini menarik untuk diteliti karena menyangkut masalah ilmu agama dan ilmu umum
2. Sepengetahuan penulis judul ini belum pernah diteliti
3. Kemudian dari segi waktu, dana, tenaga penulis rasa mampu untuk melakukan penelitian dalam masalah ini.




C. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalapahaman terhadap judul penelitian ini, penulis akan memberikan beberapa batasan istilah dan konsepsi yang sesuai dengan pokok bahasan, yaitu:
1. Integrasi, adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh. Yang penulis maksud adalah perpaduan atau keterkaitan antara ilmu agama dan ilmu umum.
2. Ilmu Agama, dalam bahasa Ghazali disebut dengan al-ulum al-syariah, merupakan ilmu-ilmu yang diperoleh dari nabi-nabi dan tidak melalui akal. Secara umum dibagi kedalam tiga bagian yaitu: aqidah, syariah dan akhlak.
3. Ilmu Umum, ilmu yang dicapai atau diperoleh melalui pemikiran semata. Secara umum dibagi ke dalam tiga bagian yaitu: ilmu yang berkaitan dengan alam (sains), ilmu yang berkaitan dengan sosial, dan ilmu yang berkaitan dengan berhitung.
4. Upaya adalah usaha; iktiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar)”. Dengan demikian upaya yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah suatu usaha yang dilakukan dalam merumuskan suatu sistem pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
5. Pencapaian adalah proses, cara, perbuatan mencapai. pencapaian yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu usaha yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
6. Tujuan Pendidikan Islam adalah sesuatu yang ingin dicapai yaitu sebagai abd, khalifah, dan manusia ideal.
7. Pendekatan filosofis, adalah cara mendekati sesuatu masalah berdasarkan filsafat, yaitu mencari hakikat kebenaran dengan cara berpikir rasional, logis, mendalam dan bebas untuk memperoleh kebenaran.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan filosofis. Maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah melihat integrasi ilmu agama dan ilmu umum dalam perspektif ontologis, epistemologi, dan aksiologis dalam kaitanya dengan pencapaian tujuan pendidikan Islam.

D. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apa sebenarnya hakikat ilmu agama dan ilmu umum ?
2. Apakah sebenarnya integrasi ilmu?
3. Perlukah integrasi ilmu dalam pencapaian tujuan pendidikan Islam?
4. Bagaimana sebenarnya integrasi ilmu agama dan ilmu umum sebagai upaya dalam pencapaian tujuan pendidikan Islam?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui hakikat ilmu agama
2. Untuk mengetahui hakikat ilmu umum
3. Untuk mengetahui apa sebenarnya integrasi ilmu
4. Untuk mengetahui apakah integrasi ilmu perlu dalam upaya pencapaian tujuan pendidkan Islam
5. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya integrasi ilmu agama dan ilmu umum sebagai upaya dalm pencapaian tujuan pendidikan Islam
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Memenuhi syarat-syarat dan melengkapi tugas-tugas untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada jurusan Tarbiyah STAI Kuantan Singingi.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang integrasi ilmu dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan Islam.
3. Untuk memberikan wawasan yang memadai bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi, demi tercapainya kemajuan yang seimbang antara kemajuan di bidang agama dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Informasi yang diperoleh dari tulisan ini dapat dimanfaatkan oleh suatu institusi pendidikan sebagai sumbangsih dalam mengupayakan penambahan khazanah ilmu pengetahuan yang memadukan antara ilmu agama dan ilmu umum.

F. Tinjauan Pustaka
Term “integrasi ilmu agama dan ilmu umum” atau ”islamisasi ilmu” bukanlah hal yang baru. Upaya untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum tersebut mulai diperkenalkan para ahli visioner sejak akhir abad kedua puluh.
Sayyed Hosein Nasr merupakan ilmuan yang tercatat pertama kali melakukan integrasi ilmu dan Islamisasi ilmu, dalam bukunya The Encounterof man and nature, yang terbit pada tahun 1968. Dalam bukunya itu, ia menunjukkan kemungkinan altrernatif Islam bagi sains modern.
Selanjutnya gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan itu muncul dari seorang Direktur Lembaga Pengkajian Islam Internasional, Ismail Raji AL-faruqi dengan karya populernya, Islamisation of Knowledge, 1982 dan juga Muhammad Naquib Al-attas.
Sebagaimana yang terungkap dalam bukunya itu, bahwa gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan tersebut sebagai respon intelektual Muslim terhadap efek negatif yang di timbulkan dari ilmu pengetahuan modern Barat yang sekuler.
Lebih jauh, Ismail Raji menjelaskan bahwa Islamisasi Ilmu pengtahuan adalah:
“Mengislamikan disiplin-disiplin ilmu atau lebih tepat menghasilkan buku-buku teks dengan menyusun kembali disiplin-disiplin ilmu modern yang sesuai dengan visi Islam. Dengan demikian, disiplin yang diislamisasikan tersebut benar-benar berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam dan ridak berupa ilmu pengetahuan yang diadopsi begitu saja dari Barat dengan sifatnya yang sekuler-materialistik, rasional-empirik yang terputus dan bahkan berseberangan dengan nilai-nilai Islam”.

Gerakan pencarian epistemologi Islam ini tampak semakin nyata ketika pada tahun 1984 terbit majalah Al-afkar. Di situ banyak dibahas masalah disekitar epistimologi Islam. Pada tahun 1985, Manshel Publishing Limited di London menerbitkan buku-buku serial Islamic Future and Policy Studies, dengan Ziauddin Sardar sebagai editornya.
Selain beberapa tokoh di atas, di indobesia kini telah bermunculan cendekiawan Muslim yang mencurahkan perhatiannya pada masalah ini. Di antaranya yaitu Armahedi Mahzar, Abudin Nata, Zainal Abidin Bagir, M. Zainuddin. Hal ini dapat dilihat dari buku-buku mereka yang berbicara tentang integrasi ilmu atau Islamisasi ilmu yang merupakan respon terhadap ilmu pengetahuan modern.
Dalam seminar Tajdid Islam yang digelar kerjasama Center for Moderate Muslim (CMM) Jakarta, dan Yayasan Dakwah Islamiah Malaysia (YADIM), di Sepang Malaysia, tahun 2006, perlunya rekonstruksi pemikiran dalam bidang pendidikan Islam juga diungkap. Para pakar sepakat, bahwa pendidikan Islam harus dikembalikan kepada ruh dan jati dirinya yang benar.
Seorang intelektual dan juga mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Aryumardi Azra, Menyebutkan bahwa upaya integrasi pada saat ini sudah mulai banyak dilakukan. Di madrasah, ada semacam MAPK (Madrasah Aliyah Program Khusus), di IAIN kini mulai dirubah statusnya menjadi Universitas Negeri Islam (UIN).
Uraian tersebut di atas, memperlihatkan bahwa gerakan integrasi ilmu atau Islamisasi ilmu pengetahuan benar-benar sedang diupayakan dengan sungguh-sungguh. Hal inilah yang membuat penulis ingin mengkaji dan mengembangkan konsep integrasi ilmu terutama kaitannya dengan tujuan pendidikan Islam.

G. Metodologi Penelitian
Sesuai dengan isi permasalahan yang ada dalam pembahasan ini, yang menjadi sumber utama penelitian ini adalah buku-buku, artikel, majalah, surat kabar yang relevan dengan judul. Penelitian ini menggunakan library research (penelitian kepustakaan) yaitu dengan membaca berbagai buku dan sumber lainnya yang dianggap mendukung dan membantu dalam penulisan ini.

1. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing data, yaitu menyusun redaksi data yang diambil dari beberapa teori dan pendapat beberapa ahli yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Kemudian disusun dalam serangkaian kalimat yang sistematis sehingga menggambarkan suatu pengertian yang jelas.
b. Identifikasi dan klasifikasi data, yakni menyeleksi data dan mengelompokkan sesuai dengan topik pembahasan.
c. Mendeskripsikan data secara sistematis sesuai dengan topik-topik pembahasan.
d. Menarik kesimpulan dari pembahasan.

Selanjutnya analisa data digunakan secara content analysis atau analisis isi, yaitu teknik sitematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan. Analisis isi berguna untuk menganalisis dan mengetahui isi pesan kitab suci (moral, hukum, spiritual, ritual, metafisis, hikmah, ibrah). Dalam menganalisa data juga digunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif digunakan untuk menganalisa data yang bersifat umum lalu prinsip-prinsip tersebut diterapkan kepada persoalan-persoalan yang lebih khusus. Adapun metode induktif digunakan untuk menganalisa persoalan-persoalan khusus lalu merangkainya menjadi prinsip-prinsip yang bersifat umum.

H. Sistematika Pembahasan
Pembahasan penelitian ini terdiri dari lima bab, dan beberapa subbab. Bab pertama yaitu pendahuluan. Didalamnya terdiri dari beberapa subbab yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, batasan istilah dan permasalahan, kajian terdahulu, metodologi peneliti dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, perbincangan mengenai ilmu agama dan ilmu umum di rasa perlu di kaji ulang untuk melihat akar permasalahan. Oleh karena itu, pada bab ini di arahkan kepada upaya mendeskripsikan ilmu agama dan ilmu umum, baik dari segi pembagiannya maupun cara memperoleh masing-masing ilmu tersebut (metodologi).
Selanjutnya bab tiga, akan dijelaskan mengenai keterkaitan antara Ilmu Agama dan Ilmu Umum, yang merupakan kesatuan yang utuh. Dikotomi antara Ilmu Agama dan Ilmu Umum tidak ada, penaman pada macam-macam ilmu tersebut hanya untk kepentingan teknik metodologi suatu ilmu. Yang dinamakan ilmu sebagai kesatuan, yaitu uapaya kreatif manusia dalam memahami ciptaan Tuhan. Untuk itu perlu dikaji dari sudut ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Kemudian bab keempat merupakan bagian terpenting dari pembahasan ini. Dimana pembahasan ini diarahkan untuk melihat keterkaitan Ilmu Agama dan Ilmu Umum dalam hubungannya dengan tujuan pendidikan Islam, yang selanjutnya akan mengarah pada bagaimana implementasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum tersebut dalam pendidikan Islam.
Akhirnya pada bab lima merupakan bagian penutup dari pembahasan ini. Pada bab ini dikemukakan kesimpulan sebagai jawaban dari tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, serta saran-saran yang relevan dengan penulisan ini.



















BAB II
ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Islam sebagai ajaran yang bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman bukan hanya mengatur urusan akhirat, tetapi juga urusan dunia.Demikian pula Islam mengatur ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Tuhan, dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keduniaan.Islam mengatur keduanya secara integrated.
Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sesungguhnya tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum. Yang ada hanya ilmu itu sendiri dan seluruhnya bersumber dari Allah SWT. Apa yang disebut sebagai ilmu agama sebenarnya di dalamnya juga mengatur ajaran tentang bagaimana sesungguhnya hidup yang baik dan beradab di dunia ini. Dan apa yang disebut ilmu umum, sebenarnya amat dibutuhkan dalam rangka berhubungan dengan Tuhan.
Namun, jika dilihat dari sifat dan jenisnya sulit dihindari adanya paradigma ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, atau paling tidak paradigma tersebut hanya untuk kepentingan teknis dalam mengklasifikasikan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya. Dengan demikian, pada pembahasan ini akan dibicarakan tentang hakikat ilmu agama dan ilmu umum.





A. Pengertian Ilmu Agama dan Ilmu Umum
1. Ilmu Agama
Ilmu agama adalah ilmu yang berbasiskan pada wahyu, hadis Nabi, penalaran dan fakta.1 Al-Ghazali menggunakn istilah al-ulum al-syari’ah untuk menunjukkan ilmu agama, menurutnya yaitu ilmu-ilmu yang diperoleh melalui Nabi dan tidak hadir melalui akal.2
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa ilmu agama bertolak dari wahyu yang mutlak benar dan dibantu dengan penalaran yang dalam proses penggunaannya tidak boleh bertentangan dengan wahyu.3
Naquib Al-Attas menggunakan istilah fardhu’ain untuk menyatakan ilmu agama, yaitu ”ilmu yang mutlak penting bagi pembimbingan dan penyelamatan manusia, maka ilmu agama bersifat perlu dan wajib atas semua Muslim”.4
Selanjutnya Khoiron Rosyadi mengutip pendapat Ibnu Khaldun menggunakan istilah ilmu nagli. Ilmu nagli adalah “ilmu yang dinukilkan dari kitab al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw”.5 M.Zainuddin mengutip pendapat M.Quraish Shihab menyebutkan ilmu agama sebagai “lmu abadi, dimana ilmu tersebut berdasarkan whyu Ilahi yang tertera dalam Al-Quran dan Al-Hadist serta segala yang dapat diambil dari keduannya “.6
Berdasarkan beberapa defenisi yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa meskipun mereka menggunakan istilah yang berbeda-beda mengenai ilmu agama, tetapi pada intinya menyatakan bahwa ilmu agama adalah yang bersumber dari wahyu.

2. Ilmu Umum
Ilmu umum adalah ilmu yang bersumber pada empirisme dan beroriantasikan kemanusiaan.7 Abudin Nata mengutip pendapat Osmar Bakar bahwa ilmu umum (al-ilum al-aqliyah) adalah “ilmu yang dicapai atau diperoleh melalui intelek manusia semata”.8
Naquib Al-Attas menggunakan istilah “fardhu kifayah, yaitu ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofis-wajib sebagian muslim saja”.9 Menurut M. Zainuddin ilmu umum adalah “ilmu yang dicari termasuk sains kealaman dan terapannya (teknologi)”.10
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun terdapat banyak istilah untuk menyatakan ilmu umum, tetapi pada prinsipnya ilmu umum adalah ilmu yang diperoleh berdasarkan rasional dan empirisme.



B. Macam-macam Ilmu Agama dan Ilmu umum
1. Macam-macam Ilmu Agama
Abudin Nata mengutip pendapat Ghazali bahwa ilmu agama terdiri dari :11
a. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar meliputi:
1) Ilmu tentang keesaan Ilahi (ilmu tauhid)
2) Ilmu tentang kenabian. Ilmu ini juga berkaitan dengan ihwal para sahabat serta penerus religius dan spiritualnya.
3) Ilmu tentang akhirat dan eksatologis.
4) Ilmu tentang sumber pengetahuan religius. Sumber pengetahuan ini ada dua, yaitu sumber primer: Al-Qur’an dan As-Sunnah; dan sumber skunder, yakni ijma’ dan tradisi para sahabat.
Ilmu tentang sunber pengetahuan religius terbagi menjadi dua kategori:
a) Ilmu-ilmu pengantar alat, atau ilmu kebahasaan
b) Ilmu-ilmu penyempurna, yang terdiri dari:
(1) Ilmu-ilmu qur’an.
(2) Ilmu tentang hadist nabi, sepewrti ilmu dirayat dan riwayat hadis
(3) Ilmu-ilmu tentang pokok-pokok hukum islam.
(4) Biografi yang berhubungan dengan kehidupan para nabi, sahabat dan orang-orang terkenal.
b. Ilmu tentang cabang-cabang (furu’) atau prinsip-prinsip cabang yaitu :
1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (ibadah)
2) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat, ilmu-ilmu ini terdiri dari:
a) Ilmu tentang transaksi
b) Ilmu tentang kontraktual. Ilmu ini berhubungan terutama dengan hukum keluarga
3) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri. Ilmu ini membahas kualitas-kualitas moral ilmu.
Menurut Ibn Khaldun. Ilmu naqli (agama) terdiri dari :12
a. Tapsir dan Hadis13
b. Fiqih
c. Tafsir ayat mutasyabihat14
d. Kalam15
e. Tasawuf16
f. Tabir mimpi
2. Macam-macam Ilmu Umum
Ghazali membagi kategori ilmu-ilmu umum kedalam beberapa ilmu, yaitu:17
a. Matematika, yang terdiri dari aritmetika, geometri, astronomi, dan aksiologi
b. Logika
c. Fisika, atau ilmu alam, yang terdiri kedokteran, metereologi, neurologi, kimia.
d. Ilmu-ilmu tentang wujud di luar alam atau metafisika meliputi: pengetahuan tentang esensi, sifat, pengetahuan tentang substansi sederhana, yaitu intelegensi.
Secara global ilmu umum dibagi menjadi tiga, yaitu:18
a. Jika objek kajianya adalah alam jagat raya,seperti langit, bumi serta segala tumbuhan, binatang, api, air, udara, batu-batuan dan sebagainya dengan menggunakan metode penelitian eksperimen dilaboratorium, pengukuran, penimbangan dan sebagainya maka yang dihasilkannya adalah ilmu alam (natural sciences), seperti ilmu fisika, biologi, kimia, astronomi dan lain sebagainya.
b. Jika objek kajian perilaku sosial dalam segala aspeknya, baik perilaku politik, perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku agama, dan lain sebagainya yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian sosial, seperti wawancara, observasi, maka yang dihasilkannya adalah ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu budaya, sosiologi, antropologi dan sebagainya.
c. Jika objek kajiannya adalah akal pikiran atau pemikiran yang mendalam dengan menggunakan logika terbimbing yang dihasilkan adalah filsafat dan ilmu-ilmu humaniora.

C. Metodologi Ilmu Agama dan Ilmu Umum
1. Metodologi Ilmu Agama
Ilmu agama diperoleh melalui wahyu, dengan menggunakan potensi intelektual. Adapun metode yang digunakan, yaitu:
a. Akal (al-‘aql)
Al-‘aql adalah masdar dari ‘aqala, artinya mengikat, memahami dan memikirkan ( al-fahm wa al-tadabbur). Secara istilah al-‘aql bearti daya yang disiapkan untuk menerima ilmu, atau cahaya rohani untuk mengetahui sesuatu yang tidak dapat diketahui indra.19 Ghazali menyebutkan bahwa “dengan kesadaran akal, manusia bisa menjangkau wilayah yang tidak bisa dijangkau dengan alat indra.”20

Dengan Cara perenungan, manusia berusaha mempelajari tentang prinsip-prinsip dasar keimanan kepada Allah, yang pada gilirannya muncul beberapa aliran theologies seperti mu’tazilah, sunni, murji’ah dan lain-lain. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah: 44
  ••          
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (megerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri kamu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?.21

Dengan demikian, akal merupakan sarana untuk memperoleh ilmu pengetahuan, dengan cara perenungan dan berfikir secara ilmiah.

b. Pemikiran (al-fikr)
Ibn Manzhur memberi defenisi bahwa kata al-fikr adalah aktivitas akal untuk memikirkan sesuatu.22 Pikiran merupakan suatu daya yang mendorong manusia untuk mengenal sesuatu. Kegiatan berfikir ialah, mempergunakan daya akal atau menggunakan pikiran dalam merenungi dan mempertimbangkan sesuatu.23

Dengan demikian daya akal, manusia berusaha untruk memahami dan mengistimbatkan hukum-hukum syaari’ah yang bersifat praktis dari dalil-dalil yang terperinci (ilmu ushul fiqih), dengan menggunakan ijma’, qiyas, istihsan, dan lain-lain. Dari aktivitas berfikir tersebut muncul hukum-hukum syari’ah menyangkut berbagai kehidupan manusia atau dari ushul fiqih tersebut muncul sebuah pemahaman (fiqih). Dalam Al-Qur’an cukup banyak ayat-ayat yang mengajak umat ini untuk menggunakan femikiran seperti dijelaskan pada firman Allah QS. Al-Baqarah: 266
     •            •                   

Artinya: Apakah ada salah seorang diantaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; Dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah.Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.24


Dengan demikian, pemikiran merupakan sarana untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari aktivitas berpikir merupakan suatu yang penting untuk menemui kebutuhan hidup didunia maupun diakhirat.




c. Ingatan (Al-dzikir)
Al-dzikir berarti mengingat dengan hati. Maknanya, manusia mau berpikir untuk mengambil pelajaran.25 Dengan demikian, al-dzikir merupakan potensi intelektual yang digunakan untuk menemukan hukum Allah yang ditetapkan bagi manusia. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah: 221
                               •     •      ••   

Artinya: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik ( dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin; lebih baik dri orang musyrik walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak keneraka, sedang Allah mengajak kesurga dan ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatnya (perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.26

d. Tadabbur
Tadabbur yaitu memperhatikan dan memikirkan sesuatu atau akibat-akibatnya.27 Dengan tadabbur akan ditemukan ilmu pengetahuan yang beraneka ragam sesuai dengan objek yang dikajinya, serta akan diketahui manfaat-manfaat yang terkandung didalam ilmu pengetahuan yang ditemukan tersebut.

e. Mengambil pelajaran (Al-Ibrat)
Usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan juga dapat dilakukan dengan jalan mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian yang telah lalu. Al-Ibrat juga dapat diartikan memetik pelajaran atau mengambil perbandingan dari sesuatu yang terjadi pada masa lalu digunakan pelajaran dihari kemudian.28
Abudin Nata mengutip pendapat Fazlur Rahman bahwa metode ilmu agama ada dua yaitu:29
a. Metode histirice-critical methode (metode kritis sejarah) merupakan sebuah pendekatan kesejarahan yang pada prinsipnya bertujuan menemukan fakta-fakta objektif secara utuh dan mencari nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
b. Metode hermeneutic, yaitu metode untuk memahami dan mennafsirkan teks-teks kuno seperti kitab suci, sejarah, hokum. Hermeneutic pada dasarnya bersifat menyejarah, artinya makna suatu penafsiran tidak pernah berhenti pada suatu masa saja, tetapi selalu berubah menurut motivasi sejarah.
Dalam metode ini, Fazlur Rahman menggunakanya untuk menafsirkan islam normatif, yakni Al-Qur’an.

2. Metodologi Ilmu Umum
Ada dua aliran pemikiran yang sangat berpengaruh dalam perdebatan dan wacana metodologi ilmu-ilmu umum. Dua aliran tersebut adalah:30
a. Rasionalisme yang menekankan pada rasio.
b. Empirisme yang menitikberatkan pada inderawi.
Keduanya telah melahirkan disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang berbeda-beda. Rasionalisme dengan metode deduktif melahirkan ilmu-ilmu pasti, sedangkan empirisme dengan metode induktifnya melahirkan ilmu-ilmu alam.
Darmu’in mengutip pendapat Muhammad Abduh bahwa metode yang digunakan untuk memperoleh ilmu umum yaitu dengan pengamatan. Dalam bahasa Muhammad Abduh, ia menyebutnya dengana al-nazhar.31 Menurut al-Ragib al-nazhar berarti “mengarahkan penglihatan atau pikiran untuk mengetahui atu melihat sesuatu”.32
Penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa al-nazhar ialah usaha mengetahui sesuatu dengan sarana penglihatan secara cermat (observasi) disertai dengan pemikiran secara rasional.
Menyangkut cara memperoleh ilmu, maka ilmu dapat diperoleh dengan menggunakan tahapan-tahapan yang ilmiah yang dikenal dengan sebutan metode ilmia. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam metode ilmiah menurut John Dewery, seperti dikutip oleh Nana Syaodih Sukmadinata yaitu:33
1. Mengidentifikasi masalah
2. Merumuskan dan membatasi masalah
3. Menyusun hipotesis
4. Mengumpulkan dan menganalisa data
5. Menguji hipotesis dan menarik kesimpulan

Menurut Jujun S. Suriasumantri34 Seperti dikutif oleh M.Zainudin pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan berdasarkan:
Pertama, kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahun sebelumnya yang telah berhasil disusun;kedua, menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut, dan ketiga, melakukan verifikasi terhadap hipotesis tersebut untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual. Secara akronim metode ilmiah ini terkenal sebagai logoco-hypotetico-verificative.




BAB III
INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

A. Pengertian Integrasi Ilmu
Secara harfiah, “integrasi” berlawanan dengan “pemisahan”, suatu sikap yang meletakkan tiang-tiang bidang kehidupan ini dalam kotak-kotak yang berlainan.1 Dalam kamus bahasa Inggris, integrasi berasal dari kata “integration”, yaitu penggabungan atau perpaduan.2 Perpaduan yang dimaksud ialah hubngan yang bertumpu pada keyakinan bahwa pada dasarnya kawasan telaah, ancangan penghampiran, dan tujuan ilmu dan agama adalah sama dan menyatu.3 Zainal Abidin Bagir menyebutkan bahwa integrasi yaitu “suatu upaya pemaduan ilmu dan agama atau akal dengan wahyu”.4
Salah satu istilah yang popular untuk menyatakan integrasi ilmu agama dan ilmu umum adalah kata”Islamisasi”.5 Menurut John Echois dan Hasan Shadily, kata Islamisasi berasal dari bahasa inggris islamization yang berarti pengislaman.6 Dimana konteks islamisasi pengetahuan harus mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid.


Menurut Sardar,7 seperti dikutip oleh M.Zainuddin integrasi yaitu:
Adanya keterkaitan antara ilmu agama dan ilmu umum. Semua bentuk pengetahuan saling terkait dan secara organis dikaitkan (jiwa) ruh wahyu yang selalu hidup. Dengan demikian Islam tidak hanya mewajibkan pencarian ilmu pengetahuan tetapi juga menghubungkan dengan ibadah,8 khilafah,9 ‘adalah10 dan istilah.11

Ilmuan yang menggunakan istilah Islamisasi ilmu adalah Ismail Raji Al-Faruqi dan Naquib Al-Attas. Menurut Al-Faruqi12 Islamisasi pengetahuan yang dikehendaki adalah “menuangkan kembali pengetahuan sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam, yaitu memberikan defenisi baru, mengatur data, mengevaluasi kembali kesimpulan-kesimpulan dan memperoyeksi kembali tujuan-tujuannya.”

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Islamisasi pengetahuan adalah:13
Mengislamkan disiplin-displin ilmu atau lebih tepat menghasilkan buku-buku teks dengan menyusun kembali disiplin-disiplin ilmu modern yang sesuai dengan misi Islam. Dengan demikian, disiplin yang diislamisasikan tersebut benar-benar berdasarkan pada prinsip-prinsip Islam dan tidak lagi berupa ilmu pengetahuan yang diadopsi begitu saja dari barat dengan sifatnya yang sekuler-materialistik, rasional-empirik yang terputus dan bahkan berseberangan dengan nilai-nilai Islam.

Menurut Armahedi Mahzar,14 islamisasi ilmu adalah “kelanjutan logis rasional dan reorientasi paradikma sains yang sedang berjalan sehubungan dengan kritik-kritik eksternal yang mengaitkan dampak eksternal negative sains dengan paradikma sains modern.”
Armahedi Mahzar mengutip pendapat Albert Einstein yang mengemukakan pendapatnya tentang perlunya penyatuan antara sains dengan agama sebagai berikut”Religion without science is blind;science without religion is lame”(tanpa sains, agama menjadi buta, dan tanpa agama sains menjadi lumpuh).15

Berkaitan dengan beberapa defenisi di atas menyangkut integrasi ilmu, pada prisipnya konsep integrasi ilmu agama dan ilmu umum atau Islamisasi ilmu yaitu bahwa segala pengetahuan harus berorientasi pada yang satu, Allah Al-Haq.
Hal ini dijelaskan dalam firman Allah QS. Al-Hajj:54
              •       

Artinya : Dan orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.16

QS. Al-Qashash”: 77
            

Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari kenikmatan dunia.17

Ayat tersebut di atas menunjukkan pada prinsip integrasi, dimana diri dan segala yang ada padanya harus dikembangkan pada satu muara, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.


B. Akar Munculnya Gagasan Integrasi Ilmu
Seperti diketahui, perintah Allah SWT pertama kepada Nabi SAW, yaitu perintah iqra’ atau membaca hal ini menunjukkan bahwa seorang Muslim harus biasa membaca perintah-perintah Allah didalam Al-Qur’an sebagai kitab suci dan di dalam alam semesta kitab besar ciptaan-Nya. Itulah sebabnya, peradaban Islam merupakan peradaban pertama yang mengintegrasikan empiris pada kehidupan keilmuan dan keagamaan secara terpadu. Sebagai dampak kesepaduan ilmu dan agama ini, peradaban Islam mencatat kebangkitan peradaban yang menghasilkan penemuan-penemuan ilmiah yang luar biasa selama tujuh abad.18
Namun sayang, pada periode pertengahan umat Islam mengalami stagnasi atau kemunduran. Serbuan tentara Mongol dari Timur dan serbuan tentara Salib dari Barat telah menghancurkan dan menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam. Kekalahan militer politik ini kemudian membalikkan orientasi keilmuan umat Islam dari dunia yang berada di luar dirinya, menjadi kearah jiwa yang berada dalam dirinya.19
Sebagai akibatnya, peradaban Islam kemudian bangkit lagi melalui daulah-daulah non-Arab kurun kedua, yaitu ‘Utsmani, Mongol dan Shadewi, bukan dengan menekankan pada pengembangan ilmu, melainkan pada pengembangan seni, filsafat dan budaya. Tak mengherankan jika kemudian daulah-daulah ini dikalahkan oleh tentara kolonialis imperialis Eropa yang teknologinya justru dikembangkan dari tradisi keilmuan empiris yang diperoleh dari Islam kurun pertama. Sebagai dampak pengambilalihan sains ini, maka Eropa yang mulanya berabad-abad berada dalam kegelapan peradaban Kristen menjadi bangkit kembali, tetapi hanya dengan sebuah pengorbanan, yaitu pemisahan sains yang rasional empiris dengan agama yang irasional dogmatik.20
Di saat inilah terjadinya benih “sekulerisasi” didunia Barat. Para ilmuan tidak lagi percaya dengan agama yang dianggap “membelenggu” kemajuan ilmu pengetahuan. Kepercayaan agama luntur karena dianggap tidak mendukung pertumbuhan ilmu dan cara berpikir ilmiah.21
Hal diatas merupakan benih munculnya ilmu pengetahuan secara otonom (dikotomi). Jika kita telaah sejarah Islam juga menyebutkan bahwa dikotomi ilmu agama dan ilmu umum sudah terjadi pada abad pertengahan. Pada saat itu ada sikap bukan saja penolakan terhadap ilmu-ilmu yang bersumber dari penalaran akal, seperti ilmu filsafat, ilmu matematika, dan lain-lain, melainkan juga ilmu-ilmu pengetahuan yang di dasarkan aspek empiris, seperti ilmu astronomi, ilmu kedokteran, fisika dan lain-lain. Sikap ini terjadi seiring dengan perbedaan pemikiran yang menimbulkan adanya golongan-golongan dalam islam. Golongan Sunni ortodoks yang secara terang-terangan menolak ilmu-ilmu yang bersumber dari daya nalar rasional manusia dan ilmu yang berdasarkan data empiris. Sementara golongan mu’tazilah mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Penolakan ilmu-ilmu tersebut tidak lepas dari pemikiran yang berlandaskan bahwa ilmu-ilmu tersebut tidak selaras dengan kebenaran wahyu.22
Melihat uraian diatas, maka perlu adanya suatu upaya dengan rumusan baru tentang ilmu pengetahuan. Upaya tersebut adalah dengan mengadakan integrasi ilmu agama dan ilmu umum atau Islamisasi ilmu. Karena hal ini akan memberikan peluang bagi berkembangnya ilmu pengetahuan yang tidak lepas dari nilai-nilai religius, ramah lingkungan dan memperhatikan aspek-aspek sosial kemasyarakatan.
Selanjutnya, sebagai respon dari dikotomi ilmu muncul gagasan (ide) Islamisasi pengetahuan dari seorang direktur lembaga pengkajian Islam international, Ismail Raji Al-Faruqi dan juga Naquib Al-Attas.23
Gagasan integrasi ilmu atau Islamisasi ilmu ini sudah mulai memperlihatkan hasil dengan munculnya peralihan status IAIN menjadi UIN. peralihan ini bukan saja sisi status kelembagaan, akan tetapi juga dilandasi pada usaha integrasi ilmu.

C. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum dari Sudut Ontologi
Menurut Jujun S. Suriasumantri ontologi merupakan azas dalam menetapkan batas ruang lingkup wujud dan menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas.24 Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang interen dengan pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaimana yang ada (being) itu.25 Namun, secara ringkas ontologi menjelaskan pertanyaan tentang Apa.
Berkenaan dengan hal di atas, maka yang menjadi pertanyaan adalah bidang apakah yang kajian ini?, baik ilmu agama dan ilmu umum. Berbicara tentang objek ilmu ini mencakup segala sesuatu yang ada di alam ini.
Pandangan tentang ontologi integrasi ilmu agama dan ilmu ini didasarkan pada firman Allah QS. Al-Hasyr :22
               
Artinya: Dialah Allah, tiada Tuhan selain Dia,mengetahui Yang ghaib dan yang nyata. DialahYang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.26

Berdasarkan firman di atas dapat diketahui bahwa Tuhan dipercayai sebagai pemilik keesaan zat, keesaan sifat, dan keesaan perbuatan. Dengan demikian Allah SWT yang menciptakan makhluk, apabila ditarik pada wilayah alam semesta, maka bearti kesatuan penciptaan alam, bila ditarik pada wilayah penciptaan manusia, maka bearti kesatuan penciptaan manusia. Sehingga segala makhluk tunduk pada sistem penciptaan itu dan harus mengikuti maksud-maksud dan tujuan dari penciptaan alam.27
Atas dasar di atas, maka ilmu agama dan ilmu umum merupakan kesatuan hubungan di antara sifat-sifat Tuhan yang banyak. Berikut gambaran tentang penjelasan kesatuan ilmu.28




Ilmu Pengetahuan Ilmu Pengetahuan
Temuan Penafsiran



Dari gambar di atas dapat dipahami bahwa Tuhan sebagai sumber ilmu. Al-Qur’an sebagai kalam Allah menjadi objek ilmu-ilmu keislaman, sedangkan alam dan isinya sebagai af‘al Allah menjadi objek ilmu-ilmu temuan. Jadi ilmu tersebut tetap satu, karena bersumber dari Yang Maha Satu.

D. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum Dari Sudut Epistemologi
Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang menyelidiki asal muasal, metode-metode dan sahnya ilmu pengetahuan. Epistemologi juga dikatakan sebagai teori pengetahuan yang membahas secara mendalam dan komprehensif dari segala aktivitas yang merupakan proses unntuk mencapai sebuah pengetahuan.29 Sebagi bagian dari pengetahuan, ilmu memiliki cara-cara tersendiri untuk mendapatkannya, cara tersebut dikenal dengan metode keilmuwan.
Bagi setiap manusia beriman, penghambaan terhadap sang khaliq akan terimplementasi pada sikap keberislaman secara sempurna dan lurus, dan hidupnya benar-benar jadi pengabdi tulus terhadap Tuhannya, sehingga kesadaran terhadap seluruh aktivitas digantungkan dan ditujukan hanya untuk mencari ridha-Nya. Maka pemahaman terhadap aktivitas keilmuan akan muncul sebagai manifestasi pengabdian dan aktualisasi kekhalifaan sekaligus jalan untuk mendekat kepada khaliq terhadap pemahaman terhadap ayat-ayat Allah.30
Dengan demikian, kegiatan keilmuwan yang berkaitan dengan mempelajari meneliti, menemukan teori, prinsip, dan landasan keilmuwan akan tetap disinari nur Ilahi.31
Pada intinya, pendekatan sains dan agama di Barat mengasumsikan sebagai suatu pengetahuan yang subjektif, dan sains sebagai pengetahuan yang objektif. Dengan pendekatan ini, terlihat sebuah posisi sekuler atau dikotomi ilmu yang menganggap agama dalah suatu personal individual yang dibedakan dari sains yang bersifat kolektif sosial. Penjelasan tersebut menunjukkan hubungan antara ilmu agama dan ilmu umum mencerminkan keyakinan epistemologi masing-masing.32
Jika dicermati secara baik dan bijak, epistemologi integrasi ilmu agama dan ilmu umum itu menyatu dan bersumber dari Allah, dimana terdapat banyak ayat-ayat yang mengajak kita harus menggunakan akal pikiran untuk memahami ayat-ayat kauniyah, yang pada akhirnya akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi.33
Maka sangat wajar jika Allah menguji orang-orang yang senantiasa memikirkan ayat-ayat kauniyah-Nya dengan ulul albab (lihat QS.Ali-Imran: 190-191).
Allah menguju para cendekia, karena mereka berpikir tentang kejadian dan cara kerja alam ini, sekaligus berzikir, kemudian hasil dari pikir dan zikirnya dipadukan sehingga lahir amal dan karya-karya nyata yang bermanfaat.
Dalam konteks epistemologi integrasi ilmu agama dan ilmu umum, penjelasan di atas perlu dipadukan dengan do’a Ibrahim tatkala diamanahi menjadi pemimpin, diakhir hidupnya ia meminta kepada Allah jika pada suatu hari ketika ia tak sanggup untuk memimpin, agar Allah tetap mengutus para pemimpin dengan tiga kategori. Ketiga kategori tersebut adalah:
Tilawah, berkaitan dengan bagaimana cara melihat ayat kauniyah terlebih-lebih ayat kauliyah.34 Upaya ini sangat terkait dengan kualitas proses ta’lim atau metodologi pembelajaran dengan dua sumber yakni kitabullah dan pemikiran yang berkembang melalui telaah dan penelitian.35 cara seperti ini merupakan jalan strategis sebagaimana firman Allah “Yang telah mengajari manusia dengan pena”.
Proses yang sedemikian rupa akan muncul para ilmuwan dan pemimpin yang memiliki kesucian diri atau tazkiyah, sebagai paduan pemahaman dan kesadaran terhadap ilmu dan nilai.36
Dalam perspektif epistemologi, integrasi ilmu agama dan ilmu umum sangat diyakini bahwa asal ilmu tanpa dibedakan yang agama maupun umum. Keduanya bersumber dari Allah , yang dalam perolehannya dilakukan melalui penelaahan terhadap ayat-ayat kauliyah dan pengamatan atau penelitian terhadap ayat-ayat kauliyah.37
Untuk labih jelasnya, diperlihatkan dengan bagan sebagai berikut:










Dari bagan di atas, dapat dilihat bahwa proses terbentuknya ilmu pengetahuan tersebut dilakukan melalui penelaahan dan pengamatan terhadap ayat-ayat Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak tidak mengenal istilah dikotomi ilmu keislaman dan ilmu keduniaan. Sekalipun kebenaran yang terdapat dalam ilmu umum berupa kebenaran ilmiah, tetapi karena sebenarnya berasal dari wahyu yang tidak mungkin berlawanan.

E. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum Dari Sudut Aksiologi
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai.39 Jujun menyebutkan bahwa “pada dasarnya ilmu harus di gunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia”.40 Sehingga timbul pertanyaan dalam benak kita, Apakah sebenarnya kegunaan ilmu-ilmu bagi kita, atau secara ringkasnya aksiologi dapat dikatakan dengan menggunakan kata tanya Untuk Apa.
Berkaitan dengan aksiologi, Prasetya41 mengatakan bahwa aksiologi adalah studi tentang nilai, sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang di idamkan oleh setiap insan. Adapun nilai-nilai yang dimaksud adalah:
1. Nilai jasmani, nilai yang terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat, nilai guna.
2. Nilai rohani, nilai yang terdiri atas nilai intelek, nilai estetika, nilai etika dan nilai religi.
Abdul Munir Mulkhan42 menjelaskan bahwa fungsi dari segala ilmu ialah “petunjuk bagaimana harus hidup baik dalam hubungan dengan segala benda mati, tumbuhan, hewan , dan manusia serta segala makhluk ghaib”.
Di dalam Al-Qur’an, manusia diperintahkan untuk mrnjadi Khalifah di bumi, memanfaatkan dan memelihara alam untuk kesejahteraan umat manusia. Hal ini tidak mungkin terjadi jika manusia tidak memiliki ilmu pengetahuan. Untuk megelola alam diperlukan ilmu dan teknologi dan dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya diperlukan wawasan ketuhanan, dan kesadaran akan pesan-pesan Allah. Dari sinilah diharapkan upaya integrasi ilmu dapat menghasilkan kaseimbangan antara duniawi dan ukrawi.43
Selain hal di atas, aksiologi dari integrasi Ilmu agama dan ilmu umum, yaitu:44
1. Dengan terwujudnya integrasi ilmu agama dan ilmu umum yang berkembang, dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia.
2. Dunia kemanusiaan terkondisi sesuai dengan fitrah dan misi penciptaan.
3. Munculnya filsafat ilmu dengan paradigma aqidah dan buku-buku daras atau ajar yang dilandasi oleh nash, dan pada suatu saat akan muncul para lulusan yang aktivitas keilmuannya semata-mata untuk mencapai ridha-Nya,sehingga arogansi dan egoisme keilmuan seperti saat ini tidak terjadi, dan kerusakan ekologi serta sosial tidak bertambah parah dan akan muncul gelombang kehidupan baru yang lebih harmonis.

Berkenaan dengan nilai guna dari integrasi ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu ini sangat bermanfaat bagi umat manusia, dengan ilmu seseorang dapat mengubah dunia, membuat kemudahan. Kemudian hidupnya, dapat berinteraksi horizontal dan interaksi vertikal.
Selanjutnya, aksiologi dari integrasi ilmu tersebut diharapkan dapat menimbulkan sikap takut dan penuh kagum kepada Allah SWT disebabkan karena setelah ia mendalami ilmu pengetahuan dengan memahami jagad raya dengan segala isinya, ia merasa bahwa kekuasaan Allah demikian luas, dan manusia merasa kecil dihadapannya, serta tidak mungkin untuk menandinginya.45
Pada intinya, aksiologi dari integrasi ilmu ini dipahami bernilai praktis yakni memudahkan hidup, bernilai teologis memahami keagungan dan kebesaran Tuhan, dan bernilai sosiloagis yakni memposisikan manusia dalam keadan kehidupan harmonis.
BAB IV
INTEGRASI ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM DALAM KAITANNYA
DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melahirkan sesuatu kegiatan. Karena itu Tujuan Pendidikan Islam yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.1
Tujuan Pendidikan Islam pada dasarnya adalah mempersiapkan perkembangan anak agar mampu berperan serta secara kesinambungan dalam pembangunan manusia yang berkembang terus dan mampu beramal kebajikan selama dalam upaya mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhiratnya.
Menurut Drs.Ahmad D.Marimba, fungsi tujuan itu ada empat, yaitu:2
1. Mengakhiri usaha
2. Mengarahkan usaha
3. Tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain,baik merupakan tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujan pertama.
4. Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.

Sehubungan dengan itu, tujuan pendidikan Islam adalah yang dapat memberikan perkembangan atau kepentingan bagi peserta didik.
Toto Suharto mengutip pendapat Mahmud Al-Sayyid Sulthan3 dalam Mafahim Tarbawiyah fi al-Islam menjelaskan bahwa “tujuan pendidikan Islam haruslah memenuhi beberapa karakteristik, seperti kejelasan, keumuman, universal, integral, rasional, aktual, ideal dan mencakup jangkauan untuk masa yang panjang”.
Laporan Hasil Word Conperence on Muslim Education yang pertama di Makkah tanggal 31 Maret sampai 8April 1977 menyebutkan:4
Pendidikan seharusnya bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui platihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia. Oleh karena itu pendidikan seharusnya menyedikan jalan bagi pertmbuhan manusia dalam segala aspeknya, spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik baik secara individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek ini untuk mencapai kabaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan Muslim terletak pada realisasi penyerahan mutlak kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa tujuan pendidikan Islam memiliki dua tujuan, yaitu sementara dan tujuan akhir.
a. Tujuan Sementara
Yaitu sasaran sementara yang harus dicapai oleh umat Islam yang dilaksanakan pendidik Islam. Tujuan sementara disini yaitu, tercapainya berbagai kemampuan, seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan jasmani-rohani dan sebagainya.5
Selanjutnya Hery Noer Aly menjelaskan bahwa tujuan sementara merupakan penjabaran dari tujuan akhir juga berfungsi membantu memelihara arah seluruh usahadan menjadi batu loncatan untuk mencapai tujuan akhir.6
Ali al-Jumbulati7 menyebutkan tujuan sementara denan istilah tujuan keduniaan yaitu “untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan masa depan”.
Dengan demikian, maka mencapai kedewasaan merupakan tujuan sementara untuk mencapai tujuan akhir.

b. Tujuan Akhir
Tujuan akhir ialah tujuan yang hendak dicapai oleh pendidik terhadap peserta didik melalui proses pendidikan. Tujuan akhir disebut juga dengan tujuan tertinggi, tujuan umum, tujuan total atau tujuan lengkap. Dimaksudkan dengan tujuan akhir ialah bahwa dengan tercapainya tujuan ini, maka berakhirlah seluruh proses pendidikan, dinamakan dengan tujuan tertinggi karena ia berisi nilai tertinggi dalam gradasi nilai-nilai, disebut tujuan umum karena ia memberi gambaran tentang apa yang hendak dicapai dalam bentuk garis besar tidak dalam bentuk perincian, dan disebut dengan tujuan total atau tujuan lengkap karena ia mencakup semua tujuan secara hirarkis berada dibawahnya.8
Sedangkan menurut Nur Uhbiyati, tujuan akhir pendidikan Islam yaitu “terwujudnya kepribadian muslim”. Kepribadian muslim di sini adalah kepribadian yang seluruh aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam.9
Hamdani Ihsan dkk mengutip pendapat Drs.Ahmad D.Marimba bahwa aspek-aspek kepribadian itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal, yaitu:10
1. Aspek-aspek kejasmanian ; meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dari luar, misalnya: cara-cara berbuat, cara-cara berbicara dan sebagainya.
2. Aspek-aspek kejiwaan; meliputi aspek-aspek yang tidak segera dapat dilihat dari luar, misalnya: cara berfikir,sikap (berupa pendirian atau pandangan seseorang dalam menghadapi seseorang atau suatu hal) dan minat.
3. Aspek-aspek kerohanian yang luhur; meliputi aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak, yaitu filsafat hidup dan kepercayaan. Ini meliputi sistem nilai-nilai yang mengarahkan dan memberi corak seluruh kepribadian individu. Bagi orang yang beragama, aspek ini bukan saja di dunia tetapi juga di akhirat. Aspek-aspek inilah yang memberi kualitas kepribadian keseluruhannya.

Ringkasnya yang dimaksud dengan kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkjan pengabdian kepada Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya.

Dengan demikian seluruh tujuan harus bermuara pada pengabdian atau penghambaan kepada Allah. Sebagaimana firman Allah, QS.Az-Zariyat:56
      
Artinya: Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepadaKu.11

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah tercapainya aspek-aspek kejasmaniahan, kejiwaan, kerohanian yang luhur sehingga menjadi kepribadian muslim yang seluruh tingkah lakunya ia sadari sebagai tugasnya di muka bumi (khalifah fil ard) yang kesemua hal tersebut ia lakukan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya.


B. Dampak Dikotomi Ilmu Terhadap Pencapaian Tujuan Pendidikan Islam
Keadaan yang tidak harmonis dan dikotomi memberikan dampak atau pengaruh dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan Islam. Adapun dampak yang ditimbulkan dari dikotomi ilmu adalah:12
1. Potensi destruktif yang ditemukan sains ternyata serta merta dimanfaatkan langsung sebagai pemusnah massal oleh kekuatan-kekuatan militer dunia. Sejarah tak dapat memungkiri bahwa ilmuwan berperan cukup besar dalam pengembangan senjata pemusnah massal tersebut.
2. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup manusia oleh industri sebagai penerapan teknologi sebagai kepentingan teknologi untuk kepentingan ekonomi.
3. Keretakan sosial, keterbelahan personal dan keterasingan mental yang dibawa oleh pola hidup urban yang mengikuti industrialisasi ekonomi.
4. Penyalahgunaan obat-obatan hasil industri kimia untuk menanggulangi dampak negatif dari urbanisasi.
Secara sederhana keempat dampak di atas, dapat disebut sebagai dampak berupa militer, ekologis, sosiologis dan psikologis.
Selanjutnya Abudin Nata mengutip pendapat Ikhrom, setidaknya ada empat masalah akibat dokotomi ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum, yaitu:13
Pertama, munculnya ambivalen dalam sistem pendidikan Islam; dimana selama ini lembaga-lembaga semacam pendidikan Islam dengan corak tafaqquh fi al-din yang menganggap persoalan muamalah bukan garapan mereka; sementara itu, modernisasi sistem pendidikan dengan memasukkan kurikulum pendidikan umum ke dalam lembaga tersebut telah mengubah citra pesantren dan madrasah sebagai lembaga tafaqquh al-din tersebut. Akibatnya telah terjadi pergeseran makna bahwa mata pelajaran agama hanya menjadi stempel yang dicapkan untuk mencapai tujuan pendidikan modern sekuler.
Kedua, munculnya kesenjangan antara sistem pendidikan Islam dan ajaran Islam. Sistem pendidikan yang ambivalen mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Pandangan ini jelas bertentangan dengan konsep ajaran Islam sendiri yang bersifat integral, di mana Islam mengajarkan keharusan adanya keseimbangan antara urusan dunia denganm urusan akhirat untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan.
Ketiga, terjadinya disintegrasi sistem pendidikan Islam dimana masing-masing sistem: (modern/umum) Barat dan agama (Islam) tetap bersikukuh mempertahankan kediriannya. Meski jalan kompromi semisal modernisasi telah diusahakan, tetapi karena adanya hegemoni sistem atas sistem agama, maka tetap memunculkan dikotomi sistem keilmuwan.
Keempat, munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena sistem pendidikan Barat yang pada kenyataannya kurang menghargai nilai-nilai kultural dan moral telah dijadikan tolak ukur kemajuan dan keberhasilan sistem pendidikan bangsa kita.
Akibat lain yang ditimbulkan dari dikotomi ilmu adalah klaim kebenaran sepihak. Pendukung ilmu agama mengatakan bahwa sumber kebenaran hanya ada pada wahyu Ilahi dalam bentuk suci dan tradisi kenabian, mereka menolak sumber-sumber non-spiritual. Indra dan nalar diragukan validitas dan efektifitasnya. Di pihak lain pendukung ilmu sekuler menyandarkan kebenaran hanya pada pengamatan inderawi saja. Nalar atau akal sering dicurigai. Setinggi-tingginya tingkat pencapaian nalar seseorang masih dipandang sebagai spekilatif, sedang pengalaman intuisi dianggap sebagai halusinasi saja. Sementara untuk para agamawan, intuisi (hati) merupakan sumber kebenaran yang tinggi karena dengan intuisi dan keberhasilan hati inilah para Nabi mendapatkan kebenaran dari Tuhannya.14
Kekhawatiran juga di tunjukkan oleh Masjfuk Zuhdi seperti dikutip Purwoko, ia mengatakan cobalah kita renungkan sejenak bahwa manusia sekarang sudah bisa melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Transplansi (pencangkokan) dan substitusi (penggantian) jaringan/organ tubuh, seperti ginjal, jantung, tulang rawan, pembuluh darah dan lensa.
2. perencanaan keturunan dengan berbagai teknik, antara lain dengan cara:
a. Pengendalian kehamilan (birth Control) dengan pil, kondom, IUD, susuk hormon, sampai teknik Strilisasi (vasektomi/tubektomi), aborsi dan menstrual regulation.
b. perencanaan jenis kahamilan dengan teknik pemisahan sperma (kromosonm-X dan kromoson-Y) untuk mendapatkan anak laki-laki.
c. Inseminisasi buatan dengan berbagai teknik untuk menolong pasangan suami istri yang sukar atau tidak bisa mendapatkan keturunan dengan sperma dan ovum dari suami istri sendiri turunan dengan sperma dan ovum dari suami istri sendiri atau dengan donor. Bahkan suami istri bisa mendapatkan anak dengan ibu kontrak (ibu titipan).
d. Bedah transeksual (operasi jenis kelamin) untuk “penyempurnaan” organ kelamin yang tidak normal (banci) atau untuk mengganti organ kelamin.

Jelaslah bahwa jika kemajuan IPTEK diterapkan begitu saja tanpa memperhatikan nilai-nilai agama dan norma, maka implikasinya akan sangat serius dan luas sekali. Sebab pasti akan menimbulkan berbagai persoalan yang sangat kompleks, baik dari sudut etika, hukum, budaya, politik, dan lebih-lebih dari sudut agama.
Selain itu, akibat yang tidak kalah patal adalah pada objek ilmu yang dianggap sah adalah objek yang dapat di indra. Maka objek yang tidak dapat diindra adalah tidak sah untuk dijadikan objek kajian ilmu dan tidak mencapai status ilmiah.16 Dan bahkan tidak jarang dampak dari dikotomi ilmu mengakibatkan saling mendiskreditkan, tidak saling mencapai, kafir-mengkafirkan, murtad-memurtadkan, dan sekuler-menyekulerkan.17

Melihat hal yang ditimbulkan sebagai akibat dari dikotomi ilmu tersebut, sudah tentu apa yang diharapkan dari tujuan pendidikan Islam tidak dapat tercapai. Karena ilmu pengtahuan tersebut tidak mmberikan kemakmuran atau kesejahteraan bagi penghuninya, baik manusia, tumbuhan dan hewan.
Dengan demikian paradigma integrasi ilmu agama dan ilmu umum muncul sebagai kekhawatiran terhadap hal tersebut. Namun, bagaimanakah para ilmuwan merespon gagasan tersebut?. Pada pembahasan berikutnya, akan dijelaskan tentang respon ilmuwan terhadap upaya integrasi atau Islamisasi ilmu tersebut.

C. Respon Ilmuwan Muslim Terhadap Upaya Integrasi Ilmu
Upaya untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum sudah mulai diperkenalkan para ahli visioner sejak akhir abad kedua puluh, yang kemudian menimbulkan pro dan kontra.18 Di satu pihak ada yang setuju terhadap usaha integrasi ilmu atau Islamisasi ilmu tersebut dan di pihak lain ada yang tidak setuju.
Adanya kelompok yang setuju dengan usaha Islamisasi atau integrasi ilmu pengetahuan bisa dicatat pertama kali pada Sayyed Hossein Nasr,19 dalam bukunya “The Encounter of Man and Nature”, ia membuat perumpamaan yang menarik tentang hubungan manusia dan alam dewasa ini yang cukup mengkhawatirkan, sebagai berikut:
“Bahwa yang ditimpakan oleh dominasi manusia atas alam terlalu jelas untuk diterangkan lagi. Alam telah dianggap sebagai sesuatu yang (harus) dipakai dan dinikmati sampai batas paling jauh. Alam tidak lagi dipandang sebagai istri yang sumuanya dapat memperoleh manfaat sekaligus juga bertanggung jawab, akan tetapi bagi manusia modern, alam telah menjadi pelacur, yang dipakai tanpa sedikitpun memenuhi kewajiban tanggung jawab. Kesulitannya, kondisi alam yang telah dilacuri itu telah menjadi sedemikian rupa, sehingga pemanfaatn yang lebih jauh menjadi mustahil. Dan dalam kenyataan itulah sebabnya mengpa banyak manusia khawatir tentang kondisi alam tersebut”

Karenanya kehadiran sains yang Islami akan dapat menyelamatkan malapetaka besar terhadap alam, sebagaimana banyak digambarkan secara jelas di atas.
Selanjutnya diikuti oleh Syed Naquib Al-attas dan Islmail Raji Al-Faruqi.20
Selanjutnya Abudin Nata mengutip pendapat Syed Naquib Al-ttas menyebutkan bahwa “Islamisasi ilmu berarti pembebasan ilmu dari penafsiran-penafsiran yang didasarkan pada ideologi sekuler, dan dari makna-makna serta ungkapan-ungkapan sekuler.21
Ismail Raji Al-Faruqi, sebelum merumuskan gagasan Islamisasi itu, ia memulainya dengan memperlihatkan betapa dunia Islam saat ini dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan amat terbelakang, baik dari segi sosial, ekonomi maupun politik yang disebutnya sebagai malaise-malaise itu. Hegemoni Barat dari berbagai aspek tersebut yang paling mendasar menurutnya adalah di bidang pendidikan. Oleh sebab itulah ia memulai menggarapnya dari pendidikan.
Secara global ada lima program kerja yang dirumuskan oleh Al-Faruqi, seperti dikutip oleh M. Zainuddin yaitu:21
1. Penguasaan disiplin ilmu modern
2. Penguasaan khasanah Islam
3. Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern
4. Pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dengan ilmu modern
5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah SWT.

Kemudian rumusan tersebut dirinci menjadi dua belas langkah22 sistematis yang pada akhirnya mengarah pada Islamisasi pengetahuan, yaitu:
1. Penguasaan terhadap disiplin-siplin modern
2. Survei disipliner
3. Penguasaan terhadap khasanah Islam
4. Penguasaan terhadap khasanah Islam untuk tahap analisis
5. Penentuan relevansi spesifik ntuk setiap disiplin ilmu
6. Penilaian kritis terhadap disiplin modern
7. Penialian kritis terhadap khasanah Islam
8. Survei problem-problem terbesar umat Islam
9. Survei mengenai problem-problem umat manusia
10. Analisis kreatif dan sintesis
11. Merumuskan kembali disiplin-disiplin didalam kerangka Islam
12. Penyebarluasan ilmu pengetahuan yang sudah diislamisasikan

Uraian dari ke-12 langkah tersebut, yaitu disiplin ilmu umum beserta metode-metode dasar, prinsip, problema, hasil-hasil pencapaian, dan keterbatasannya harus dikaitkan kepada khasanah Islam. Begitu pula relevansi khasanah Islam yang spesifik pada masing-masing ilmu harus diturunkan secara logis dari sumbangan disiplin ilmu umum. Dalam hal relevansi terhadap disiplin ilmu modern, perlu disajikan tiga persoalan pokok yaitu pertama, apakah yang telah disumbangkan Islam mulai dari Al-Qur’an hingga para modernis kini kepada keseluruhan persoalan yang dicakup dalam disiplin-disiplin ilmu modern? kedua,seberapa besar sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai oleh ilmu-ilmu modern Barat tersebut? Ketiga, jika ada bidang-bidang masalah diluar jangkauan khasanah Islam, ke arah manakah upaya umat Islam harus mengisi kekurangan-kekurangan itu?24
Setelah disiplin ilmu Umum dan ilmu Islam dijelaskan, maka saatnya untuk melakukan analisis kritis terhadap masing-masing disiplin ilmu itu dilihat dari sudut pandang Islam. Analisis tersebut digunakan untuk memecahkan persoaalan, dianalisis dan diuji juga kekurangannya, kesesuaian, kerasionalannya dan ketepatan azasnya dengan konsep kesatuan yang diajarkan Islam, yaitu keesaan Allah SWT.25
Selanjutnya, begitu kesinambungan antara warisan Islam dengan disiplin ilmu modern berhasil dicapai, maka buku daras harus ditulis dalam cetakan Islam dan terakhir karya-karya tersebut disebarkan dan digunakan untuk membangunkan, menerangi, dan memperkaya umat manusia diseluruh dunia.26
Demikianlah langkah-langkah yang di canangkan oleh Al-Faruqi sebagai respon terhadap Islamisasi Ilmu.


Langkah Islamisasi Ilmu Al-Faruqi dalam bagan:27
















Ternyata gagasan Islamisasi ilmu tersebut, tidak serta merta mendapat respon positif. Kuntowijoyo di tulisan-tulisan awalnya tampak bersimpati pada gagasan Islamisasi ilmu, belakangan ia membedakan gagasannya tentang pengilmuwan Islam dari gerakan tersebut, bahkan ia mengatakan bahwa gerakan Islamisasi ilmu tersebut mesti ditinggalkan.28 Ia menganggap bahwa Islamisasi ilmu memberikan perhatian yang lebih rendah pada kondisi aktual empiris, maka sebagai alternatif dari gerakan tersebut ia menyebutkan dengan istilah “pengilmuwan Islam”. Ia mengatakan bahwa pengilmuwan Islam memiliki sikap lebih terbuka dan rendah hati mengakui bahwa penggagasnya lahir di alam ilmu-ilmu sekuler, yang terkadang tampak bermusuhan dengan agama. Sementara umat beriman mungkin mamiliki keberatan terhadap sebagian bangunan ilmu kontemporer.29
Ilmuwan lain yang menolak gagasan integrasi ilmu adalah Ziauddin Sardar. Ia menganggap ide Islamisasi ilmu tersebut menyesatkan dan akan menjadikan prinsip Islam tetap dalam posisi subordinate dari ilmu modern.30
Sardar juga menganggap bahwa program Islamisasi ilmu itu naif dan dangkal, malah justru yang terjadi adalah pembaratan Islam. Sardar lantas mempertanyakan, bagaimana para ilmuwan sosial Muslim yang bekerja dalam padigma yang berbeda bisa diharapkan untuk memadukan disiplin-disiplin mereka dengan ilmuwan sosial Barat?, Al-Faruqi mengatakan bahwa salah satu tujuan paradigma Islamisasi ilmu adalah untuk menetapkan relevansi antara Islam dengan setiap bidang pengetahuan modern. Lebih jauh ia mengatakan bahwa bukan Islam yang perlu dibuat relevan dengan pengetahuan modern, melainkan pengetahuan yang harus dibuat relevan dengan Islam.31
Berdasarkan argumentasinya, lantas Sardar mengajukan paradigma yang dianggapnya lebih sesuai, yakni epistemologi Islam. Epistemologi Islam menekankan kesalingterkaitan antara pengetahuan dan ruh. Dengan demikian Islam tidak hanya mewajibkan pencarian ilmu, tetapi juga menghubungkan dengan ibadah.32
Melihat berbagai respon yang datang dari para ilmuwan menyangkut integrasi ilmu ada yang pro dan yang kontra. Namun jika dilihat dari argumen masing-masing mereka ingin agar Islam keluar dari keadaan bangunan keilmuwan yan dualistik atau dikotomis.

D. Implementasi Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum
Dalam upaya merealisasikan integrasi ilmu agama dan ilmu umum adalah melalui pendidikan, sebab pendidikan merupakan program pokok yang sangat strategis dalam melaksanakan gerakan pembaharuan Islam.33 Usaha Natsir34 untuk mengintegrasikan ilmu tersebut dengan mendirikan lembaga pendidikan Islam yang menyatukan dua kurikulum, antara kurikulum yang di pakai dalam sekolah-sekolah tradisional yang banyak memuat pelajaran agama dengan kurikulum umum. Hal senada juga di ungkapkan sebuah lembaga Center for Moderate Muslim Indonesia Humanity bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya dapat menggabungkan ilmu umum atau iptek dengan pengetahuan agama Islam yang bersipat holistik (kaffah)35
Yasmadi mengutip pendapat Nurcholish Madjid menyebutkan bahwa upaya integrasi ilmu diikuti dengan kejelasan program, penggunaan metode yang konprehensif, kecakapan pelaksanaan, dan kelengkapan sasarannya.36
Selanjutnya Abudin Nata mengutip pendapat Neong Muhadjir37 bahwa ia menawarkan tiga model pengembangan ilmu.
ketiga model tersebut, yaitu:
1. Model postulasi, yaitu bangunan pokok model ini adalah deduksi. Diberangkatkan dari konsep idealisasi. Bertolak dari aksioma postulat, hukum, nash, atau konstruksi teoritik holistik. Membangun keseluruhan sistematika disiplin ilmu. Model ini akan lemah konstruksinya bila postulasinya dirumuskan atau dibangun secara apriori atau spekulatif.
2. Model pengembangan multidisipliner dan interdisipliner. Yang dimaksud dengan multidisipliner adalah cara bekerjanya seseorang ahli di suatu disiplin dan berupaya membangun disiplin ilmunya dengan konsultasi pada ahli-ahli disiplin lain. Sedangkan interdisipliner adalah cara kerja sejumlah ahli dari berbagai keahlian untuk menghasilkan teori bersama. Makanya adalah perlu para sebuah disiplin ilmu duduk bersama dan mengembangkan diskursus, saling koreksi dan isi mengisi sehingga muncul teori-teori baru yang lebih konstruktif.
3. Model pengembangan reflektif-konseptual-tentatif-problematik. Model ini dapat bergerak merentang dari konsep idealisasi teoritik, moralistik, dan transedental secara reflektif.

Implemementasi integrasi ilmu juga dapat dilihat dalam empat tataran, yaitu:38
1. Tataran konsepsional, tri dharma perguruan tinggi harus dirumuskan kembali dalam konteks Islam. Pertama, tujuan perguruan tinggi lembaga tinggi sebagai lembaga pendidikan adalah mendidik sarjana muslim yang senantiasa mengarahkan dirinya menjadi insan kamil yang memahami Din-Al-Islam secara kaffah. Kedua, penelitian sebagai tujuan perguruan tinggi harus dilihat dalam perspektif Tauhid untuk mengenal sifat-sifat Yang Maha Pencipta secara lebih mendalam. Ketiga, pengabdian pada masyarakat, sebagai tujuan perguruan tinggi, harus dilihat sebagai pengamalan dari tasyakur. Secara ringkas, ta’llum dan tasyakkur terinteraksi oleh tauhid.
2. Tataran institusional, fakultas-fakultas ilmu kealaman, kemanusiaan dan keagamaan semuanya harus di integrasikan dalam satu kampus universitas secara terpadu. Itulah sebabnya nilai-nilai dan tujuan yang tergantung dalam tri dharma perguruan tinggi Indonesia harus dirumuskan secara Islami. Pendidikan adalah bagian dari tugas kita sebagai insan yang beradab. Penelitian adalah bagian dari ta’lum dan tasyakkur kita dan pengabdian pada masyarakat merupakan bagian dari tasyakur dan ubudiyah kita sebagai khalifah dan abdi Allah sekaligus. Artinya, program-program pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma Din Al-Islam sebagai kebenaran mutlak yang utuh menyeluruh.
3. Tataran operasional. kurikulum pendidikan semua fakultas harus memasukkan konsep-konsep fundamental ilmu-ilmu kalam, fiqih,tasawuf, dan hikmat sebagai pelajaran tingkat pertama bersama. Selanjutnya silabus dan buku daras semua fakultas harus memasukkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersesuaian dengan disiplin ilmu tersebut Di samping itu, upacara do’a bersama harus dijadikan bagian pembukaan setiap proses pembelajaran seperti kuliah dan pratikum. Begitu pula, jadwal pengajaran tak boleh bertentangan dengan jadwal ritual ibadah wajib keisalaman. Sedangkan program pengabdian pada Yang Maha Pencipta.
4. Tataran arsitektural, setiap kampus harus mempunyai masjid sebagai pusat kehidupan masyarakat, berbudaya, dan beragama. Setiap jurusan harus mempunyai mushola. Perpustakaan harus meliputi semua pustaka ilmu-ilmu kealaman, kemanusiaan , dan keagamaan. Semua ilmu di bangun untuk menjaga agar suasana keagamaan menjadi motivator para civitas academica dalam mencari, menyebarkan dan memanfaatkan ilmu demi kepentingan semua umat manusia sebagai perwujudan Islam sebagai rahmatan lil-alamin.

Secara ringkas, semua tataran implementasi integrasi ilmu dan metodologiya dapat diringkas dalam tabel 4.1.39
Tabel 4.1.
Implementasi integrasi Ilmu
IMPLEMENTASI METODOLOGI
Institusional • Semua fakultas ilmu-ilmu kealaman, kemanusiaan, dan keagamaan berada dalam satu lembaga pendidikan tinggi
Konsepsional • Pendidikan adalah bagian dari pembentukan manusia Muslim yang kaffah
• Penelitian adalah bagian dari peningkatan kualitas tauhid sebagai khalifah Allah di muka bumi
• Pengabdian pada masyarakat adalah bagian dari ibadah yang merupakan manifestasi dari tasyakur manusia sebagai abdi Allah
Operasional • Kurikilum pendidikan semua fakultas harus memasukkan konsep-konsep fundamental ilmu-ilmu kalam, fiqih, tasawuf, dan hikmah sebagai pelajaran wajib di tingkat pertama bersama
• Silabus dan buku daras semua fakultas harus memasukkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersesuaian dengan disiplin ilmu tersebut.
• Upacara do’a bersam harus dijadikan bagian pembukaan setiap proses pembelajaran seperti kuliah dan pratikum
• Jadwal pengajaran tak boleh bertentangan dengan jadwal ritual ibadah wajib keislaman
• Program penelitian tak boleh bertentangan dengan nilai-nilai fundamental akidah dan syari’ah
• Program pengabdian pada masyarakat tidak boleh bertentangan dengan tujuan dan cara pengabdian masyarakat pada Yang Maha Pencipta
Arsitektural • Setiap kampus harus mempunyai masjid sebagai pusat kehidupan bermasyarakat, berbudaya, dan beragama
• Setiap jurusan harus mempunyai musalla
• Perpustakaan harus meliputi semua pustaka ilmu-ilmu kealaman, kemanusiaan dan keagamaan

Usaha yang serius ini diharapkan pendidikan mampu malahirkan manusia yang memiliki kesadaran yang tinggi dan juga kemampuan yang tinggi untuk mengadakan respon terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan dalam konteks ruang dan waktu yang ada, sehingga hasil pengatahuan yang diperoleh tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi umat manusia yang pada gilirannya akan menambah keimanan seseorang dalam bertauhid kepada-Nya. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan Islam.
Berdasarkan konsep mengenai integrasi ilmu tersebut, Dja’far Siddik40 menjelasklan bahwa seluruh aktivitas pendidikan Islam ditujukan pada dua hal
Pertama, pendidikan ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik untuk mengenal Allah dan seganap ajaran-ajaran-Nya serta mengamalkannya secara baik dan benar. untuk mencapai tujuan tersebut tidak bisa kecuali membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan yang dapat menhantarkannya melakukan kewajiban-kewajiban yang bersifat fardu-ain (ilmu agama), sebagai kompetensi umum yang harus dimiliki setiap muslim agar iman dan semua peribadatannya terselenggara dengan penuh khidmat dan penghayatan sesuai dengan tuntunan yang disyari’atkan Allah, sebagaimana Allah SWT telah menegaskan fungsi manusia hanya untuk beribadah kepadan-Nya (QS.Al-Zariyat:56). Kedua, Pendidikan Islam juga bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik memiliki berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai suatu kompetensi khusus sehingga mempunyai kesiapan dan kemampuan dalam membangun struktur kahidupan dan peradaban duniawinya. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak bisa kecuali membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu yang bisa menghantarkannya mamiliki kemampuan melaksanakan kewajibannya yang bersifat fardu kifayah ( ilmu umum), yaitu suatu kemampuan khusus yag hasilnya diperlukan oleh masyarakat banyak. Disini terkandung maksud bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah mengupayakan peserta didik agar mamiliki kemampuan dan keahlian khusus sesuai dengan bakatnya dalam melaksanakan peranan selaku khalifah Allah di bumi yang diperintahkan untuk memakmurkannya sebagai tindak lanjut dari peribadatannya kepada Allah.(Lihat QS. Hud:61).
Dengan demikian, upaya integrasi ilmu atau Islamisasi ilmu ini, merupakan suatu cara dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan Islam.












Berikut gambaran mengenai alur munculnya gagasan integrasi ilmu:
















Dari diagram di atas, dapat dilihat bahwa terjadinya pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum (dikotomi ilmu) menimbulkan bahaya atau dampak begitu besar.
Bahaya tersebut meliputi berbagai aspek yaitu sosiologi dan moral, ekologis (alam/lungkungan) dan juga teologis (pemikiran). Melihat fenomena tersebut, maka upaya integrasi ilmu dan Islamisasi muncul sebagai respon terhadap dikhotomi ilmu tersebut.
Upaya inetgrasi ilmu tersebut dapat diimplementasikan dalam pendidikan melalui tataran konsepsional, institusional, operasinal dan arsitektural. Dari upaya integrasi ilmu tersebut dalam pendidikan diharapkan mampu melahirkan insan kamil yang selalu berpikir dan berzikir dalam setiap aktivitasnya, sehingga ia mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh alam (rahmatan lil-alamin). Pada gilirannya pelaksanaan tugas tersebut dalam rangka beribadah kepada Allah SWT(abdi Allah)













BAB V
PENUTUP

Berdasrkan uraian dan analisis sebagaimana terdapat pada beberapa bab di atas, dapat ditarik kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Ilmu agama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yang diperoleh dengan cara pemikiran, pemahaman, penelaahan terhadap Al-Qur’an dan hadist, sehingga melahirkan ilmu-ilmu agama seperti aqidah, sayari’ah dan akhlak.
2. ilmu umum adalah ilmu yang bersumber dari rasional dan empirisme yang diperoleh dengan cara pengamatan dan penelitian, sehingga melahirkan ilmu-ilmu kealaman. Namun, adanya pengklasifikasian ilmu ini bukan bermaksud untuk memisahkan kedua ilmu tersebut. adanya pemisahan tersebut hanya terletak pada dataran teknis dan metodologis saja, karena sesungguhnya seluruh ilmu bersumber dari Allah.
3. Integrasi ilmu atau Islamisasi ilmu adalah suatu upaya perpaduan ilmu agama dan ilmu umum atau suatu upaya untuk mengislamisasikan ilmu-ilmu sekuler yang diperoleh dari Barat. Dengan demikian, upaya ini dilakukan sebagai respon kekhawatiran intelektual muslim terhadap dikotomi ilmu pengetahuan.
4. Akibat dari pemisahan ilmu pengetahuan tersebut, menimbulkan pengaruh negatif tidak hanya bagi manusia tetapi juga alam dan segala isinya. Yang pada akhirnya, alam yang telah diciptakan Allah kepada manusia tidak dapat menjkadi rahmatan lil-alamin. Hal ini menimbulkan keresahan yang cukup besar. Maka untuk keluar dari kemelut tersebut, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum.
5. Upaya integrasi ini dapat dilakukan dalam dunia penbdidikan melalui tataran konsepsional, institusional, operasional, dan arsitektura. Melalui upaya ini diharapkan mampu melahirkan manusia yang aktivitas keilmuwan dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas sebagai khalifah fil ard yang dapat memberikan rahmat atau kesejahteraan bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin) yang pada akhirnya semua hal tersebut dalam rangka pengabdian kepada Allah dan penyerahan diri kepada-Nya, yang hal ini selaras dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, integrasi ilmu agama dan ilmu umum merupakan suatu cara dalam pencapaian tujuan pendidikan Islam.

B. Saran-saran
Melihat demikian pentingnya integrasi ilmu, maka perlu ada mata kuliah yang bersifat universitas yang berkenaan dengan pemberian wawasan tentang integrasi ilmu agama dan ilmu umum,sebagai wujud dari upaya pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Melalui skripsi ini diharapkan terjadi upaya atau gerakan integrasi ilmu pengetahuan agama dan ilmu umum yang dilakukan oleh semua unsur pendidikan secara terencana dan berkesinambungan, yang pada nantinya akan tercipta seseorang yang aktivitas keilmuwannya selalu dalam rangka peningkatan keimanan kepada Allah.




















DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata dkk, Integrasi IlmuAgama dan Ilmu Umum, Jakarta : Rajawali Press, 2005

Buthan Nungin.Ed, Sanafiah Faisal, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali Press,2003

Center For Moderat Muslim Indonesia, Integrasi Ilmu Mutlak Diperlukan,(Internet: http://www.cmm.or.id/ cmm.ind-more,php?id= A1280-0-3-M) 1Mei, 2006

Centered For Moderate Muslim Indonesia Humanity Social Justice and Democracy, Perlu Integrasi Ilmu Pengetahuan, (Internet : http://www.cmm-ind-more,php?id=A 4069-0-3-0-m) 23 Maret, 2009

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang,

H Hanna Djumaha, dkk, Islam Untuk Disiplin Ilmu Psikologi, Jakarta: Depag RI Direktorat Kelembagaan Agama Islam, 2003

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999

Irwan Saleh Dalimunthe, Implementasi Tauhid Dalam Pendidikan (Telaah Dengan Pendekatan Asumsi Filosofis), dalam majalah Fitrah,Vol.10 No.2, Desember,2002

M Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, Jakarta : Lintas Pustaka, 2006

M Hasbi Amiruddin dan Usman Husen, Integrasi Ilmu dan Agama, Bandah Aceh: Yayasan PENA, 2007

Purwoko, Integrasi Klasifikasi Ilmu, (Internet : http://Purwokostaff.ugm.ac.id/we/?p=45) 1 Desember, 2006

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001

Armahedi Mahzar,Revolusi Integralisme Islam: Merumuskan Paradigma Sains dan Teknologi Islami, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004

Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006
Darmu,in dan Rafi,uddin, Konsep Integralistik Ilmu Pengetahuan dalam Al- Qur,an Suatu Telaah Penafsiran Syaikh Muhammad Abduh, tt: PT. Mutiara Sumbaer Widya, 2001

Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung: Mizan, 1994

Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Jakarta: Ciputat Press, 2002

M.Abdul Mujieb,dkk, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006

John M Echols dan Hasan Shadily, An English Directionary, Jakarta: Gravindo

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hida Karya Agung, 1990

Kaelany H.D, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Jakarta: Bumi Aksara, 1992

Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia, 1998

Ali al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwanisi, Perbandingan Prndidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2002

Hamdani Ihsan dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2001

Dja’far Siddik, Kaji Ulang Terhadap Tujuan Pendidikan Islam, Medan: Pascasarjana IAIN Sumatra Utara, dalam Analytica Islamica, Vol.No.2, 2005

Rabu, 05 Januari 2011

Contoh Surat keterangan Mengajar UT

SURAT KETERANGAN MENGAJAR
Nomor :

Yang bertanda tangan dibawah ini Kepala Cabang Dinas _____________ Kecamatan ______________ Kabupaten _________________, dengan ini menerangkan bahwa :

Nama :
Jenis Kelamin :
Tempat/Tgl. Lahir :
Pendidikan Terakhir :
Jabatan :
Alamat Rumah :
Benar – benar menjadi guru dan mengajar di _____________________Kecamatan Kuantan _______________________ Kabupaten _________________, sejak tanggal …………………

Surat Keterangan ini dikeluarkan guna melengkapi persyaratan menjadi Mahasiswa S1 PGTK Universitas Terbuka dengan ketentuan :

1. Apabila sudah menyelesaikan studi tidak akan menuntut pihak Universitas Terbuka atau Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi maupun pihak lain untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil.

2. Kuliah di Universitas terbuka semata-mata sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi sebagai guru TK.

Demikian Surat Keterangan Mengajar ini saya buat dengan sebenarnya, agar dapat di pergunakan sebagaimana mestinya.





Mengetahui :
An. Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Kuantan Singingi
Sekretaris





____________________
NIP.

Teluk Kuantan, ……………………..


Yang Menyetujui :
Kepala Cabang Dinas Pendidikan
Kec. _____________





________________
NIP.

Jika Bintang Tidur Dimalam hari

Dinegeri bintang ada sebuah pertanyaan yang membuat negri bintang menjadi resah. Pertanyaan itu berisi tentang mengapa bintang tidak tidur dimalam hari ? Berita itu sampai kepenjuru negri di istana bintang. Lalu raja bintang mengutus perdana mentri untuk mencari jawaban. Namun, setelah sekian bulan, tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Dalam perjalanan pulang ke istana, perdana mentri dan rombongan beristirahat. Tidak beberapa lama terdengar suara aneh yang memekakkan telinga. Lalu perdana mentri mencari asal suara itu, ternyata suara itu berasal dari tenda para bawahannya yang kelelahan karena mereka tidur dan mendengkur dengan keras. Suaranya seperti panduan suaran dengan suara yang berisik tidak karuan. Setelah mengetahui hal itu, perdana mentri pulang dengan ceria. Sampai di istana perdana mentri melaporkan jawaban yang menjadi teka teki para bintang. Jawabannya adalah “Jika para bintang tidur pada malam hari, maka akan menggangu para manusia, karena bintang jika tidur mendengkur dengan keras, dan jika para bintang tidur secara bersamaan maka suaranya akan mengganggu manusia. Mendengar jawaban itu, raja menganggukkan kepala, setelah mengetahui hal itu, negri bintang menjadi lega.

KARYA ILMIAH DAMPAK PENCEMARAN AIR OLEH LIMBAH PEMUKIMAN PADA MASYARAKAT

KARYA TULIS

DAMPAK PENCEMARAN AIR OLEH LIMBAH PEMUKIMAN PADA MASYARAKAT





OLEH : PANDI SURYADI
NIS :
KELAS : XI Adm. Perkantoran



SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 2
TELUK KUANTAN
TA 2010 – 2011


Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang maha esa (YME) yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini.
Karya tulis yang berjudul DAMPAK PENCEMARAN AIR OLEH LIMBAH PEMUKIMAN PADA MASYARAKAT ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi tugas pada pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) kelas dua pada sekolah mengengah kejuruan negeri 2 teluk Kuantan.
Dalam menyelesaikan karya tulis ini, penulis bisa menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat.
1. Kepala Sekolah mengengah kejuruan negeri 2 teluk Kuantan Bapak H. Marlis, S.Pd
2. Guru mata Pelajaran Ilmu pengetahuan Alam Kelas XI Dra. Nellytawarma, MM.
3. Orang tua yang saya hormati dan sangat saya sayangi.
4. Sahabat-sahabat seperjuangan
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini belumlah sempurna maka degan kerendahan hati penulis mohon saran dan bimbingan kepada pembaca semua ntuk perbaikannya.

Teluk Kuantan, November 2010

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II. DAMPAK PENCEMARAN AIR OLEH LIMBAH PEMUKIMAN PADA MASYARAKAT
2.1 Pengertian
2.2 Polutan dari yang bersal dari limbah pemukiman
2.3 Dampak pencemaran air oleh limbah pemukiman pada masyarakat
BAB III. CARA-CARA MENCEGAH DAN MENANGGULANGI LIMBAH PEMUKIMAN
3.1 Tindakan perfentif
3.2 Tindakan Kuratif
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Sudah kita ketahui, bahwa didunia ini limbahnyasudah melimpah khususnya di Indonesia, sudah berapa limbah yang tercemar, baik itu limbah industri maupun limbah rumah tangga (pemukiman).
Limbah pemukiman dapat terjadi karena adanya pembuanga sisa-sisa dan limbah industri dan dari produksi oleh para pemukiman (penduduk atau rumah tangga).
Limbah pemukiman juga dapat disebabkan oleh tumbuh-tumbuhan dan hewan yang membuang kotorannya disembarangan tempat seperti : di jalan, di kaki lima, dan dimana saja semaunya.
Limbah juga banyak diprediksi oleh para ahli limbah yang banyak membuktikan pencemaran udara ialah limbah pemukiman masayarakat, seperti bungkus-bungkus makanan, bungkus deterjen dan sebagianya.
Limbaha pemukiman masayarakat sangat banyak dampaknya bagi pertumbuhan makhluk hidup terutama bagi manusia. Limbah pemukiman masayarakat mempunyai dampak bagi manusia yaitu seperti penyakit diare, tifus bahkan ada juga yang deman, batuk berdarah karena virus yang berasal dari sampah yang tidak diolah dengan baik.
Limbah pemukiman masyarakat sudah merupakan salah satu hal yang harus ditangani dengan baik dan benar. Karena sudah diprediksimenjasi sumber dari segala sumber masalah yang ada di lingkungan masyarakat sekitar. Dengan ini pemerintah sudah menerapkan salah satu hal untuk mencegah hal tesebut yaitu dengan membuat peraturan di sekitar lingkungan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diatas, maka dapat kita ketahui rumusan masalahnya, antara lain :
1.2.1 Bagaimanakah dampak limbah pada permukiman masyarakat.
1.2.2 Bagaimanakah mencegah limbah tersebut !
1.2.3 Bagamanakah menanggulangi limbah tersebut pada lingkungan yang hidup ?





1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memberikan kesadaran kepada kita betapa pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan kita agar terlindungi dari pencemaran udara.
1.3.2 Supaya siswa/i yang sudah belajar hal yang mengenai limbah dapat memberikan informasi kepada masyarakatagar tidak membuang limbah di sembarangan tempat.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari karya tulis ini adalah :
1.4.1 Jika pencemaran limbah belum terjadi, maka kita berusaha untuk tidak membuat limbah pemukiman pada masyarakat.
1.4.2 Jika limbah itu sudah terjadi, maka kita harus bisa menanganinya dengan baik dan benar.











BAB II
DAMPAK PENCEMARAN AIR OLEH LIMBAH PEMUKIMAN PADA MASYARAKAT

2.1 Pengertian
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaandisuatu tempat penampungan air seperti danau, sungai,lautan dan air tanah akibat aktifitas manusia atau masuknya zat atau bahan pencemar ke dalam air yang berdampak negatif terhadap manusia, hewan, tumbuhan atau organisme yang tinggal di lingkungan tersebut.

2.2 Polutan dari yang berasal dari limbah pemukiman
Sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang berdampak parah terhadap seluruh ekosistem. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, tiksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek thermal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.

2.3 Dampak pencemaran air oleh limbah pemukiman pada masyarakat.
Dampak pencemaran air yang disebabkan oelh limbah pemukian antara lain :
- Berkurangnya jumlah oksigen yang digunakan oleh bakteri untuk melakukan proses pembusuk an sampah.
- Sampah anorganik ke sungai, dapat berakibat menghalangi cahaya matahari sehingga menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang mengahasilkan oksigen.
- Deterjen sangat sukar diuraikan oleh bakteri sehingga akan tetap aktif untuk jangka waktu yang lama di dalam air, mencemari air dan merasuni berbagai organisme air.
- Penggunaan deterjen secara besar-besaran juga meningkatkan senyawa fosfat pada sungai atau danau yang merangsang pertumbuhan ganggang dan enceng gondok (eichornia crassipes).
- Tumbuhan air yang mati membawa akibat prose pembusukan tumbuhan ini akan mengendapkan dan menyebabkan pendangkalan.
- Material pembusukan tumbuhan air akan mengendapkan dan menyebabkan pendangkalan.
- Pertumbuhan ganggang dan enceng gondok yang tidak terkendali emnyebabkan permukaan air danau tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya photo sintesis.




















BAB III

3.1 CARA-CARA MENCEGAH LIMBAH PEMUKIMAN (TINDAKAN PREFENTIF)
Untuk mencegah agar supaya limbah pemukiman tidak menyebabkan pencemaran lingkungan, maka dilakukan upaya-upaya pencegahan sebagai berikut :
3.1.1 Tidak membuang sampah kesungai
3.1.2 Tidak memakai deterjen secara berlebihan
3.1.3 Tidak melakukan pembuangan industri yang mengandung Pb,Hg, Zn karena dapat mencemari lingkungan / peraiaran.

3.2 CARA-CARA MENANGGULANGI LIMBAH PEMUKIMAN (TINDAKAN KURATIF)
Limbah dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Apabila hal ini sudah terlanjur ada didalam lingnkungan hidup kita, maka harus ada upaya penanggulangannya limbah pemukiman. Hal-hal yang dapat kita lakukan untuk menanggulangi limbah pemukiman yaitu :
3.2.1 Mengelolah sampah
3.2.2 Membuang sampah ditempatnya
3.2.3 Tidak membuang sampah kesungai

BAB IV

4.1 KESIMPULAN
Dari uraian dan pembahasan sebelumnya maka didapat kesimpulan sebagai berikut :
4.1.1 Dampak dari limbah pemukiman adalah :
4.1.1.1 Dapat berdampak begatif bagi manusia
4.1.1.2 Rusaknya lingkungan
4.1.1.3 Dapat menimbulkan penyakit, banjir, kurangnya air bersih, dan lain-lain.
4.1.2 Untuk mencegah limbah pemukiman dilakukan antara lain :
4.1.2.1 Tidak membuang sampah kesungai
4.1.2.2 Tidak melakukan pembuangan industri yang mengandung Hg, Zn karena dapat mencemari lingkungan .
4.1.2.3 Membuat undang-undang tentang pencemaran air.
4.2 SARAN
Setelah pembaca membaca karya tulis ini, penulis menyarankan beberapa hal :
4.2.1 Tidak membuang sampah sembarangan
4.2.2 Mengelolah sampah dengan baik
4.2.3 Dapat menanggulangi limbah dengan baik
DAFTAR PUSTAKA

CANTI, 2010 ilmu pengetahuan alam, Sukabumi Cipta
Drs. Sutrisno, penerbit Erlangga

Selasa, 04 Januari 2011

KELAINANA PADA TULANG



KELAINAN PADA PEMBULUH DARAH

1.Hemoroid
Hemoroid adalah pembesaran vena yang terdapat disekitar lubang anus. Penyebabya adalah karena aliran darah di vena tersebut tidak lancar, misalnya karena terlalu banyak duduk,kurang gerak atau karena terlalu kuat mengejan.Akibatnya, hemeroid membesar dan berdarah. Ciri-ciri/gejala penyakit ini adalah timbulnya rasa nyeri saaat buang air besar akibat rangsangan pada syaraf yang ada di sekitar anus. Bila hemeroid terus membesar maka akan dapat diraba tonjolan pada anus yang terkadang bisa mengecil dengan sendirinya. Tonjolan ini akan membesar saat mengejan,sebaliknya akan mengecil saat rebahan. Cara penanggulangan penyakit ini adalah meminimalisasi kemungkinan penyebab dari hemoroid tersebut,menggunakan obat obatan anti hemoroid,langkah terakhir adalah dengan melakukan operasi.

2.Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis(dalam jangka waktu lama).Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu factor resiko untuk stroke,serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.Penyebabnya adalah penyempitan pembuluh darah,penyakit ginjal,kelainan hormonal,obat obatan, koartasio aorta,preeklamasi pada kehamilan,porfiria intermiten akut, keracunan timbal akut. Akibatnya adalh sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas,gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,mata, jantung dan ginjal.Ciri-ciri/gejala penyakit ini adalah sakit kepala yang menetap,penglihatan kabur secara tiba-tiba,emosi tidak stabil.Cara penanganannya adalah dengan cara farmakologis dan non-farmakologis. Secara non-farmakologis antara lain mengatasi kegemukan,melakukan diet rendah kolesterol namun kaya serat dan protein, mengurangi asupan garam kedalam tubuh,menghindari stress dan memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat.Secara farmakologis yaitu dengan memberikan obat anti hipertensi.

3.Varises di Kaki
Varises adalah melebarnya pembuluh vena di kaki. Penyebabnya adalah karena aliran darah ketubuh bagian atas tertahan. Akibatnya adalah pembuluh darah di kaki membesar . Varises sering dialami wanita hamil dan orang yang terlalu lama berdiri atau terlalu banyak jongkok.Ciri-ciri/gejala yang ditimbulkan penyakit ini adalah pembuluh darah di kaki membesar dan kalau lama berdiri maka akan terasa sakit dan sedikit kaku.Penanggulangannya apabila masih ringan, varises di kaki dapat dihilangkan dengan memperbaiki tonus otot pembuluh darah dan tonus otot rangka disekitarnya, misalnya dengan berolahraga dan kalau wanita dapat dengan menggunakan medical stocking. Apabila telah parah dan mengakibatkan gangguan misalnya nyeri dan lain-lain maka memerlukan tindakan yang bersifat inpasif.

4.Aneurisma
Aneurisma adalah suatu keadaan dimana ada daerah yang lemah dan menonjol pada pembuluh darah. Penonjolan ini hanya terjadi di bagian dalam dinding pembuluh darah/bisa juga membuat pembuluh darah itu menjadi setipis balon.Inilah keadaan yang membahayakan,karena sewaktu-waktu aneurisma ini dapat pecah.Penyebabnya adalah karena tidak adanya lapisan otot pada pembuluh darah tersebut sehingga seiring dengan waktu, dimana pembuluh darah sering mengalami kontraksi(mengecil),dan dilatasi(membesar) akan membuatnya menjadi tipis dan teregang. Ini yang lama kelamaan akan membentuk aneurisma. Ciri-ciri/gejala penyakit ini adalah sakit kepala,mual-muntah,nyeri/kaku pada leher,pandangan kabur/sensitive terhadap cahaya.Akibat dari aneurisma yang terbentuk dapat menyebabkan terjadinya struck dan kematian.Aneurisma dapat ditanggulangi dengan operasi.

5.Penyumbatan Vena Retina
Vena retina adalah pembuluh darah utama yang membawa darah dari retina. Penyebabnya adalah penyumbatan vena retina terutama terjadi pada usia lanjut yang menderita glaukoma,diabetes,tekanan darah tinggi atau keadaan dimana darah menjadi lebih kental(misalnya terlalu banyak sel darah merah). Akibatnya vena yang lebih kecil membengkak dan berkelok-kelok sehingga menyebabkan penurunan fungsi penglihatan yang terjadi secara lebih lambat tpermukaan vena menjadi bengkak dan darah bisa merembes kedalam retina, dan penurunan fungsi penglihatan. Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara angiografi fluoresensi untuk menentukan luasnya kerusakan dan rencana pengobatan. Untuk menghancurkan pembuluh darah yang abnormal bisa digunakan laser. Pelebaran vena retina bisa dilakukan dengan menghirup campuran karbondioksida dan oksigen. Dengan cara ini, penyumbatan akan turun ke bawah sehingga mengurangi daerah retina yang terkosena.

6.Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah pengapuran dinding pembuluh darah arteri. Penyebabnya adalah adanya peradangan sehingga terjadi proses pembekuan darah berlebihan pada dinding pembuluh darah maupun penumpukan plak didinding pembuluh darah akibat kadar kolesterol dan gula tinggi dalam darah.Akibatnya aliran darah lambat laun berkurang.Ciri-ciri/gejala penyakit ini adalah sesak nafas mulai dengan nafas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktifitas yang cukup berat, yang biasanya tidak menimbulkan keluhan.Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan. Juga perasaan nyeri dan keram di ekstremis bawah, terjadi selama atau setelah olah raga. Dan peka terhadap rasa dingin. Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya karena pasien biasanya tertekan, khawatir terutama untuk melakukan aktivitas. Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaannya. Untuk pencegahan sekundernya diberikan obat pencegahan untuk menghambat proses yang ada. Yang sering dipakai adalah aspirin.